Turning 20
Baiklah, hari ini
tanggal 18 November. Ya, ya, semua orang juga bilang kalau hari ini hari ulang
tahunku. Aku tidak suka ulang tahun, bukan
dari dulu sebenarnya. Semenjak aku tinggal di kota ini, aku menjadi
tidak suka ulang tahun. Apa gunanya mendapat ucapan selamat dari orang-orang
egois tak berperasaan? Oke, itu agak menyakitkan. Sorry for those who live in
here, Jakarta.
Well, aku tidak berharap banyak tentang ulang
tahun. Aku malah khawatir. Di usia yang menginjak kepada dua ini, apa yang
sudah aku perbuat? Aku merasa menjadi orang yang belum melakukan apa-apa.
Jangankan berbuat untuk orang lain, kepada diriku sendiri saja aku masih belum
memenuhinya. Seperti di hari 18 November tahun sebelum dan sebelumnya, tidak
ada cake, tidak ada ucapan yang tulus,
tidak ada keluarga, dan tentu saja, tidak ada hadiah. Apa gunanya itu semua?
Yeah, for me,
celebrating birthday is not about gift, both cake. Hari ulang tahun itu adalah
hari refleksi. Di hari itu, dua puluh tahun yang lalu aku dilahirkan dari rahim
seorang ibu. Apa yang sudah aku lakukan padanya? Apakah aku pernah memberikan
yang terbaik kepadanya? Apa justru aku sering menyakitinya? Hari ulang tahun
itu memang hari terbaikmu sepanjang tahun. Hari di mana hari itu adalah
milikmu. Tapi, bisakah dirayakan dengan kesederhanaan?
Aku merindukan ayah,
ibu, kakak, keponakan. Aku ingin mereka ada di sini untuk mengucapkan selamat.
Gift is not important more than family. Aku rindu hangatnya dipeluk. Aku rindu
indahnya kebersamaan.
Ayah, aku sudah
besar, tapi aku masih saja manja. Selalu meminta apa yang aku tidak perlu,
meski selalu kau kabulkan. Selalu menjadi beban, meski kau merasa tidak. Ayah,
maafkan aku.
Ibu, aku baik-baik
saja. Itu kan yang selama ini ingin kau dengar? Aku akan selalu berkata
baik-baik saja meskipun engkau memaksa. Ibu, aku tidak bisa menuruti semua
inginmu. Aku tidak bisa menjadi baik di antara orang-orang terbaik. Ibu,
maafkan aku.
Kakak, bukankah aku
adik yang nakal? Ya, aku tahu aku menyebalkan, sering membuat onar, tidak
pernah menganggap kalian spesial. Aku tahu aku mengacuhkan kalian, aku tahu aku
seharusnya tidak melakukan itu. Kakak, maafkan aku.
Dan untuk
saudara-saudaraku yang lain, I have grow up, now. I am not a little kid
anymore. Aku tahu kalian saudara yang baik, yang selalu memperhatikan, yang
mencoba untuk mengakrabkan diri. Terima kasih dan maaf.
Ayah, ibu, kakak,
aku bukan adik kecil lagi. Dukung aku untuk menjadi kebanggaan kalian. Kalian
lah alasanku untuk hidup, untuk tersenyum, untuk bahagia. Aku pasti bisa hidup
di sini. Aku sayang kalian.
18 November 2013, 22:42 WIB
Ayah
Ayah. Apa yang bisa
ku katakan mengenai dia? Dia bahkan terlalu sempurna untuk dikategorikan
sebagai ayah.
Ayah. Apa yang tidak
bisa kubanggakan dari dia. Seorang pemimpin keluarga yang selalu puasa
Senin-Kamis semenjak remaja. Seorang pemimpin yang tidak pernah melewatkan
sholat fardu dan sunnah.
Ayah. Apa yang tidak
bisa dia kerjakan. Menyapu, mengepel, memasak, sudah pernah dia jalani.
Memanjat pohon, bahkan berkebun.
Ayah. Apa yang tidak
dia tahu. Peta Indonesia bahkan peta dunia dia lahap. Sejarah, ekonomi, sosial,
budaya, dia anggap enteng.
Ayah. Apa yang tidak
dia baca. Koran menjadi santapan sehari-hari.
Hanya satu yang
tidak bisa dia lakukan. Dia tidak bisa bersedih di depan anak dan istrinya.
Ayah tidak pernah menangis, ayah tidak pernah marah, ayah tidak pernah
mengeluh. Ayah tidak pernah menyuruh, ayah hanya akan meminta.
Ayah. Makhluk
sempurna calon penghuni surga itu, ayahku, aku mencintaimu.
Cita-cita untuk Mama
Ma, aku masukkan
satu lagi cita-cita di atas ribuan coretan cita-citaku
Cita-cita yang
mungkin terdengar konyol dan sulit
Cita-cita yang
sangat polos tapi diinginkan semua orang
Ma, aku ingin engkau
masuk surga
Ma, izinkan aku
memandumu menuju surga
Aku bercita-cita
untuk 'memaksamu' menuju surga
Karena, aku ingin
bersamamu lagi di sana
Karena jika aku
harus mengulang hidupku lagi, aku akan tetap memilihmu menjadi ibuku
Today's Quote
"Sssttt... orang yang kita sukai sekarang, belum tentu yang terbaik bagi kita loh. Maka tidak perlu aneh2, salting, pacaran, segera bilang, dsbgnya. Karena sungguh, dengan bersabar, dengan menahan diri, justeru akan membawa kita ke seseorang yang lebih baik dan lebih pantas esok lusa.The right person,
the right momen,
and the right way." - Tere Liye
Today's Quote
"Perasaan itu bukan
seperti "buku panduan" telepon genggam atau menu "help" di
laptop. Yang bisa kita baca dengan amat detail instruksinya, pun termasuk jika
ada masalah, ada solusi tertulisnya. Perasaan adalah
perasaan. Pandai-pandailah belajar membaca pertanda. Dan jangan keliru baca,
jelas-jelas orang lain sudah mual, kita justeru sumringah merasa dia sedang
cinta kali." -Tere Liye
Ada Langit di Atas Langit, Kawan
Indahnya pelangi
Masih ada yang lebih
indah
Merdunya burung
Masih ada yang lebih
merdu
Manisnya gula
Masih ada yang lebih
manis
Silaunya mentari
Masih ada yang lebih
silau
Pahitnya kopi
Masih ada yang lebih
pahit
Luasnya laut
Masih ada yang lebih
luas
Ingatlah
Masih ada langit di
atas langit, Kawan
Merpati Putih
Merpati putihku
telah kembali ke sangkar
Sangkar indah lain
yang mencuri perhatiannya
Bukan sangkarku yang
sudah lama ku buka
Merpati putihku
telah tiada
Menjadi pemilik hati
yang lain
Pemilik hati merpati
lain
Merpati putihku
telah terbang
Terbang dengan dua
sayap indahnya
Sayap kebahagiaan
yang telah dia curi dariku
Merpati putihku..
Bahkan tidak
mengucapkan selamat tinggal
Cerita Jakarta
Jakarta masih
membuatku takut, takjub, terkesima
Jakarta penuh
misteri
Jakarta indah,
memang
Tapi kadang dibalik
keindahan itu banyak kejadian yang tak terduga
Kejadian yang
membuat hidupmu sulit bertahan
Kejadian yang
membuat urat-uratmu keluar saking sulitnya menahan marah
Kejadian yang
membuatmu banjir air mata
Kejadian yang
membuatmu mengucapkan istighfar berkali-kali
Namun semua kejadian
pasti ada hikmahnya
Setiap tetes
keringat dan pengorbanan pasti ada manfaatnya
Jakarta, mengajarkan
ketangguhan, kesiagaan, kewaspadaan
Copet, maling, rumah
kumuh, kemiskinan, sampah, banjir, biaya mahal
Cerita Jakarta tak
jauh dari situ
Today's Quote
"Bahwa di dunia
ini, untuk menjadi yg terbaik, kompetitor sejati kita tidak pernah datang dari
luar, tapi bagaimana mengalahkan diri sendiri. Mengalahkan ketakutan,
mengalahkan perasaan gentar, mengalahkan kemalasan, mengalahkan tinggi hati
tidak mau belajar dan mengakui orang lain lebih baik, mengalahkan semua
batasan-batasan yg mengekang diri sendiri. Sekali itu berhasil dikalahkan,
hanya soal waktu kita akan jadi yang terbaik." - Tere Liye
Cita-cita?
Cita-cita, sesuatu
yang kau inginkan yang suatu saat nanti kau harap akan terjadi. Benar? Emm,
sebenarnya tidak sepenuhnya begitu.
Dari dulu, sejak gue
kecil, gue selalu menjawab cita-cita gue adalah menjadi seorang dokter. Siapa
sih yang tidak mau menjadi dokter? Meskipun beberapa tahun kemudia gue sangat
yakin gue ngga mau menjalani profesi mengerikan itu.
Gue adalah seorang
putri dari pasangan yang bekerja di bidang kesehatan. Oleh karena itu, entah
itu mempengaruhi atau tidak, sejak kecil sudah menjadi mindset di otak gue kalau suatu hari nanti gue ingin menjadi
seorang dokter. Tidak salah memang, itu hanya pemikiran murni seorang bocah
berusia sepuluh tahun yang masih belum mengetahui dunia luar secuil pun.
Well, ngomongin cita-cita, gue bahkan masih
bingung apa sebenernya cita-cita gue, yah setelah cita-cita murni waktu kecil
gue itu. Banyak sekali hal di dunia ini yang mau gue capai. Itu termasuk
cita-cita bukan? Gue sendiri masih bingung definisi dari cita-cita. Apakah itu
harus sesuatu yang besar? Sesuatu yang sepertinya mustahil tapi bisa kau raih?
Sesuatu seperti keajaiban dari kerja keras? I
don't know. Not really know. Menurut gue sih, selama itu menjadi apa
yang gue inginkan, itu yang akan menjadi cita-cita gue.
Nah, gue punya
definisi sendiri soal cita-cita. Ini pendapat gue, yang pasti tidak turut
menyertakan teori dari siapapun. Oke, cekidot!
Yang pertama,
kategori cita-cita yang sangat mustahil tercapai kecuali ada keajaiban tingkat
dewa yang membuatmu menjadi presiden Amerika dalam waktu sepuluh detik setelah
bangun tidur. Ini merupakan cita-cita yang sangat sangat sangat tiga puluh enam
kali, mustahil. Gue menyukai segala hal tentang luar angkasa. Nah, cita-cita
mustahil dalam hal ini adalah, gue berharap gue bisa menerbangkan, dan
mempunyai tentunya, pesawat luar angkasa dan bisa 'jalan-jalan' di kehidupan
lain di luar sana. Gue mempunyai cita-cita menjadi anggota NASA atau apapun itu
tentang luar angkasa. Well, bisa lihat
sendiri, itu merupakan cita-cita yang sangat sangat sangat tiga puluh enam
kali, mustahil tercapai. Mungkin bagi secuil orang genius,hal tersebut bisa
saja terjadi. Tapi bagi gue, yang masih belum ngerti teori grafitasi yang super
dahsyat itu, yah, bagai pungguk merindukan bulan, seperti itulah.
Yang kedua, kategori
cita-cita yang bisa kau raih tapi bukan yang kau inginkan. Ini seperti
cita-cita orang lain yang ditumpahkan kepadamu. Nah, menurut pengamatan,
biasanya cita-cita seperti ini adalah cita-cita orang tua yang ingin anaknya
menjadi seperti ini, seperti itu, tanpa mendengarkan dulu apa sebenarnya yang
diinginkan si anak. Well, sepertinya
kebanyakan orang tua memang begitu, bukan? Contohnya, gue sekarang ini kuliah
di fakultas pendidikan. Mau tak mau, pekerjaan yang ada di depan gue adalah
menjadi guru. Nah, sebenarnya di dalam hati kecil gue, gue ngga pengen jadi
guru. Sebenarnya, ehm, itu salah satu cita-cita orang tua gue, agar anaknya
bisa menjadi guru. Dan PNS tentunya. Siapa sih orang tua yang tidak bangga
anaknya menjadi guru? PNS pula.
Yang ketiga,
cita-cita yang murni ada dalam hatimu. Cita-cita kategori ini merupakan
cita-cita yang indah yang mungkin bisa terjadi, mungkin juga tidak. Bisa sih,
kalau kamu bisa berusaha dan yah, sedikit membanting tulangmu. Kalau tidak,
terus saja berharap sampai lebaran semut datang. Misalnya nih ya, gue pengen
banget nantinya bisa ngelanjutin S2 ke luar negeri. Ini cita-cita paling mulia
yang gue rasain. Tapi, untuk menggapai semua itu, yang pasti gue harus belajar
terutama belajar bahasa Inggris. Apalagi dana yang dibutuhkan untuk sekolah di
luar negeri itu tidak sedikit. Sukur-sukur dapat beasiswa hidup dan sekolahnya.
Semoga. (AMIIIN!)
Begitulah kira-kira
kategori cita-cita menurut gue. Ini bukan sesuatu yang harus kau percayai. Yang
utama, kau harus tau sesuatu entah namanya cita-cita atau apapun, kau harus tau
apa yang harus kau capai di hidupmu. Hidup hanya sekali, isn't it? Kecuali kau
merupakan jelmaan kucing yang bisa hidup tujuh kali. Well, hiduplah dengan baik. Gapai semua yang kau inginkan. See
ya!
Lili Putih
Siang yang panas. Kemarau sepertinya mulai menjalar di
tengah-tengah hujan yang terkadang masih turun di malam hari. Seperti yang
diramalkan di berita tadi pagi, hujan sepertinya enggan menyapa hari ini. Hanya
matahari satu-satunya yang ada di atas sana. Menambah peluh orang yang berjalan
berlalu-lalang tanpa menggunakan alas kepala.
Aku tak suka
panas. Aku lebih memilih kehujanan daripada harus berjemur di bawah terik matahari.
Sinar matahari itu serasa membakar kulitku dan aku lebih menyukai air yang mengguyur bumi
daripada sinar ultraviolet yang menyengat.
Well, aku sedang menunggu seseorang. Aku
sekarang sedang berdiri di bawah pohon yang bunganya berwarna putih. Entah apa
namanya. Yang pasti pohon ini berjajar di sepanjang jalan ini. Di musim
kemarau, bunga-bunganya mulai rontok. Memenuhi jalanan dengan kelopaknya yang
layu, tidak kalah menarik dengan bunga sakura di musim gugur. Sayangnya tidak
banyak orang yang menyukai hal-hal seperti itu.
Tempat ini
sebenarnya cukup luas. Rumputnya tertata rapi karena petugas kebersihan rajin
membersihkannya. Bangku-bangku panjang berjejer di sepanjang pagar yang
memisahkan bagian dalam dan luar taman. Taman? Hmm, mungkin bisa dibilang
seperti itu.
Ku putar
kepalaku tiga ratus enam puluh derajat. Apakah hanya aku satu-satunya orang
yang ada di sini? Sepertinya tempat ini memang tidak selalu ramai. Jam berapa
ini? Mungkin jam 12, atau jam 1? Sepertinya orang-orang sedang mengisi perut
mereka di tempat-tempat makan. Sepi sekali. Di hari libur pun taman ini jarang
sekali terlihat pengunjungnya. Apalagi di hari kerja.
Orang yang
ku tunggu belum datang. Kalian bertanya siapa yang ku tunggu? Yah, aku menunggu
ibuku. Ibuku itu, satu-satunya orang yang tidak pernah mengeluh dan selalu
memberikan apa yang ku mau. Di zaman sekolah dulu, beliau selalu membawakanku
bekal. Takut kalau aku keseringan jajan di luar yang katanya tidak sehat lah,
banyak bahan kimia lah. Kekanakan? Tidak. Beliau memang sangat memperhatikan
asupan makananku. Maklum, ibuku adalah seorang perawat. Beliau bekerja di rumah
sakit di kota kecil ini.
Hm, aku
berharap kali ini ibu datang bersama ayah. Tapi, kasihan juga beliau.
Akhir-akhir ini beliau mengeluh tentang pinggangnya yang sering sakit. Mungkin
karena terlalu sering pulang pergi dari tempat kerjanya ke rumah, yang jaraknya
sekitar 50 kilometer. Dengan sepeda motornya yang sudah tua itu, setiap hari
ayah bekerja di luar kota. Ayahku seorang guru. Demi pengabdiannya kepada
negara, ayah tak pernah mengeluh jarak yang jauh untuk mencapai tempat
kerjanya.
Mereka
adalah hartaku yang paling berharga. Orang tuaku. Sejak aku pindah ke tempat
ini, ibu sering mengunjungiku. Paling tidak seminggu sekali dia pergi ke sini.
Sebenarnya aku kasihan kepada ibu. Tempat ini terlalu jauh dari rumahku. Tapi,
berapa kali ku cegah pun, ibuku akan tetap menjengukku. Benar-benar ibu yang
baik bukan?
Ku lihat
gerbang di sebelah kanan. Masih belum terbuka. Huh, terlambat setengah jam dari
biasanya. Aku bosan berada di sini. Andai saja ada yang bisa aku lakukan. Huft!
Mentari semakin menampakkan kekuasaannya di atas sana. Peluh semakin
bercucuran. Tak sedikit orang yang lalu lalang mengomel tak jelas tentang cuaca
hari ini.
Ku lihat
sekeliling sekali lagi. Ada segerombolan anak yang bermain layang-layang dengan
cerianya. Masa-masa itu, aku ingin kembali ke masa-masa ceria itu. Masa-masa di
mana aku bisa berlari, bermain, bernyanyi, sepuasku! Sekarang? Huh, apa
enaknya?
Semuanya
serba diatur. Semuanya serba berantakan. Iya bukan? Zaman sekarang mah serba individualis. Semua orang
serba mementingkan urusannya sendiri. Bahkan jarang sekali yang saling sapa
padahal mereka saling kenal. Ck! Untung ibuku bukan orang seperti itu. Oh,
sungguh beliau adalah ibu paling baik sedunia. Hehe. Agak melebih-lebihkan ya?
Nah, itu dia
ibu datang. Di tangan sebelah kirinya tertenteng tas kecil berwarna hitam.
Sedangkan di tangan kanannya tertenteng sebuah bungkusan. Hm, kira-kira apa ya?
Ketika ibu mendekat, aku tersenyum. Tapi sepertinya dia tidak melihat senyumku.
Ibu semakin memendekkan langkah
menujuku. Terlihat jelas wajah lelahnya. Keriput yang menghiasi wajah teduhnya
juga mulai bertambah. Ibu mengeluarkan bungkusan yang dibawanya. Bunga lili.
Bunga kesukaanku.
Ibu tersenyum. Ku balas senyum
singkatnya. Menurut ibu, senyumku sangat manis, karena aku mempunyai lesung
pipi. Lalu, diletakkan bungkusan itu di atas pusara yang bertuliskan namaku.
Ya, aku
sudah mati.
SELESAI
Penyakit Kronis yang tak bisa disembuhkan
Hai, namaku Aim. Ini adalah blog keduaku setelah http://thevoiceofmee.blogspot.com. Aku sangat menyayangi blogku yang satu itu. Tapi penyakit kronisku ternyata tak bisa disembuhkan.
Aku menderita.. menderita.. menderita.. menderi....... STOP!!! Aku mendertia penyakit yang telah menjalari tubuhku selama aku hidup bernama PELUPA. Ya, aku melupakan email dan password blogku itu. Huhuhu. Padahal blogku itu baru saja ku perbaiki dari keterpurukannya. <-- ini ngga alay, tapi puitis
Ini memang blog keduaku. Tapi, bukan berarti sampai saat ini aku hanya memiliki 2 blog. Bukan. Selama aku sekolah, di SMP juga SMA, aku telah memiliki blog juga. Yang pertama di SMP. Dulu aku ikut semacam tutorial belajar internet dengan seorang teman. Dari itulah aku belajar membuat blog. Memang masih simple sih, tapi orang yang bisa membuat blog saat itu sedang minim-minimnya. Jadi, bisa dibilang kemampuan IT ku di atas rata-rata. <-- ini bohong
Masih di SMP, guruku menyuruh kami untuk membuat blog demi kepentingan tugas. Jadi, itu adalah blog kedua yang aku buat. Untuk main-main dan tugas sekolah. Begitu pun di SMA. Aku hanya membuat blog untuk main-main dan tugas sekolah saja, tak berniat untuk mengembangkannya menjadi blog yang berguna. Bahkan sudah aku katakan sebelumnya, penyakitku yang terlampau kronis ini tak bisa membuatku mengingat kembali nama-nama email yang aku gunakan untuk membuat blog.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar