Hello, I'm Aji Nur Hakim. Welcome to my blog.
I write what I thought, and share what I wrote.
Read and enjoy!

Hal yang Sama itu Sebenarnya Berbeda

Tidak ada komentar
Setiap orang menyukai hal yang berbeda. Meskipun ada beberapa diantaranya memiliki hal yang sama, tapi setidaknya di beberapa bagian akan beda. Tidak percaya? Aku akan membahasnya dalam hubungan orang tua dan anak, yang hebatnya terjadi di dalam keluargaku.

Aku bersyukur di lahirkan di keluarga yang lumayan mampu untuk sekedar menyekolahkanku di Kedokteran. Aku tidak kaya, pun miskin. Aku sih lebih suka menyebutnya 'sederhana'. Singkat kata, aku terlahir sebagai anak terakhir dengan ayah dan ibu seorang perawat. Sejak kecil aku sudah terbiasa dengan bau obat-obatan, orang sakit, dan bau khas kesehatan lain. Meskipun dengan itu, temanku tidak akan datang karena menahan muntah. Ayah dan ibuku sangat berharap anaknya juga mengikuti jejak mereka, di dunia kesehatan. Aku masih ingat ketika ibuku selalu mengajak ke Puskesmas desa, tempat kerjanya waktu itu. Kebetulan sekolahku tidak jauh dari kantor ibu, jadi setiap pulang sekolah aku mampir ke sana karena aku selalu pulang lebih pagi dari ibu dan mengambil kunci rumah. Dari tempat kerja ibu juga, aku lebih mengenal apa itu sakit, apa itu orang sakit, atau bagaimana cara menanganinya. Aku juga masih ingat ketika ada orang yang datang ke sana,-orang sakit tentunya- akan mengambil nomor urut -yang saat itu masih menggunakan kertas lusuh yang dibuat ibuku- lalu setelah dipanggil akan berada di meja registrasi, ditanya ini itu, lalu masuklah si orang sakit itu ke ruang periksa. Aku juga masih ingat ketika orang sakit itu harus mengaduh kesatikan ketika disuntik, lalu diberi obat dan membayar di kasir.

Singkat cerita, di kelas empat Sekolah Dasar, aku diikutkan lomba Dokter Kecil. Saat itu, lomba itu adalah lomba yang paling populer selain lomba pramuka. Sebelumnya sekolahku sendiri pernah mengikuti lomba ini pada waktu aku masih menginjak kelas 3, tetapi  belum berhasil menjuarainya. Untuk maju ke tingkat Kabupaten saja belum pernah. Lalu setahun setelahnya ketika aku menginjak kelas 4, aku diikutkan. Lomba kira-kira masih sekitar satu atau dua bulan -sudah lupa-, tapi ibu selalu 'mencekokiku' materi. Sibuk sekali jadwal waktu itu. Setiap pulang sekolah, kami -team lomba yang terdiri dari aku, temanku, dan kakak kelasku- diharuskan untuk mendatangi Puskesmas. Di sana, kami menghapalkan seratus bahkan mungkin seribu jawaban serta pertanyaan seputar kesehatan dalam buku tebal yang sudah lusuh. Bahkan tulisannya pun masih diketik menggunakan mesin ketik. Dan ketika malam hari, ibu masih mencekokiku lagi, entah itu disuruh mengahafal bagian mata dan fungsinya, ataupun macam-macam penyakit menular dan pencegahannya. Dan yah, sesuatu yang dikerjakan dengan kerja keras memang selalu membuahkan hasil. SD ku berhasil lolos sampai ke Kabupaten dan mendapatkan juara dua.

Dari sana, aku menyukai kesehatan. Aku menyukai bagaimana cara agar orang sakit bisa sembuh, apa obat yang tepat untuk penyakit tertentu, ataupun hal kecil seperti mengobati luka. Aku suka bagaimana cara membidai, cara mengetes golongan darah, dan mengahafal beberapa jenis obat yang ada di lemari kerja ayahku. Intinya, aku suka kesehatan. Bahkan di SMA, aku ikut ekstrakurikuler Palang Merah Remaja, yang isinya tentu saja tentang kesehatan. Aku menyukainya, tentu saja. Dan, hal itu tidak bertahan lama ketika ayahku meminta untuk melanjutkan studi kuliahku di bidang kesehatan. Kenapa? Karena kau tahu kan jika kau mengambil jurusan itu, kau akan dihadapkan dengan orang sakit sungguhan, mayat, bau rumah sakit, apalagi yang paling parah harus ke rumah sakit dan menguntit dokter dan perawat di sana yang menjelaskan kondisi pasien ini dan pasien itu. Apalagi harus memandikan orang sakit, bahkan menunggu kamar mayat. Hah! BIG NO. Aku... Mulai tidak menyukai kesehatan. Maksudku, aku menyukai kesehatan tidak dalam bidang itu. Aku menyukai betapa senangnya menghafal jenis obat, tapi tidak merawat orang sakit. Sejujurnya, aku benci rumah sakit, kenapa? Karena aku takut melihat orang sakit, bahkan aku tidak suka sakit. Ketika anggota keluargaku sakit pun aku akan menjauh, karena aku tidak tahan dengan apa yang orang sakit rasakan. Rasanya seperti aku merasakan sakitnya juga.

Menginjak kelas 3 SMA, orang tuaku gencar sekali menasehatiku untuk masuk di jurusan kesehatan. Akan senang sekali jika aku diterima di Kedokteran, menurut mereka. Tapi, bagaimana jika hati tidak berkehendak. Orang tuaku tahu aku tidak suka orang sakit dan sebagainya, jadi akhirnya mereka juga tidak terlalu memaksaku untuk menjadi Dokter. Tapi, aku mendaftar di jurusan lain yang masih ada hubungannya dengan kesehatan, yaitu Farmasi. Meskipun sebelumnya aku agak dipaksa juga menjadi Perawat. HELL NO! Aku masih tidak ingin mengunjungi rumah sakit. Dan, aku diterima di Farmasi di salah satu Universitas terkemuka di Jawa Timur. Ada perasaan bahagia karena biasanya pendaftar PMDK tidak akan semudah itu diterima di salah satu Fakultas Kedokteran. Tapi, ada perasaan lain seperi menyesal, khawatir, dan sedih. Jika digabung, akan seperti "Benarkah pilihanku?".

Tapi takdir kan bisa mengubah segalanya, aku diterima di Universitas lain di Jakarta, dan aku meninggalkan Farmasiku. Sedikit kecewa, tapi agak lega. Entahlah.

Yah, begitulah ceritanya tentang bagaimana orang bisa menyukai hal yang seharusnya memang berbeda. Meskipun dalam konteks kesehatan pun, ada beberapa yang masih aku tidak sukai.


Setiap orang berhak memilih pilihannya masing-masing, berhak memilih hal yang disukainya maupun tidak. Jadilah orang yang berbeda, dan kau akan tahu bahagiannya menjadi orang seperti itu.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar